Senin, 19 Desember 2011

KASUS POSISI: KONFLIK LAHAN SUNGAI SODONG MESUJI OKI SUMSEL

Doc. Biro Hukum & Advokasi AMAN Sumsel, 2011

No.
Item
Uraian
1.
Pokok Masalah
Sengketa lahan perkebunan kelapa sawit
2.
Lokasi
Desa Sungai Sodong Kec. Mesuji Kab. Ogan Komering Ilir Prov. Sumatera Selatan
3.
Para Pihak
Warga desa Sungai Sodong, dan PT. Sumber Wangi Alam / PT. Treekreasi Margamulia (PHA Group)

4.

Kronologis

Waktu
§        

Peristiwa
06 April 1997
Serah terima 534 Surat Keterangan Tanah (SKT) milik warga desa Sungai Sodong kepada pihak perusahaan
01 Juli 1997
Penetapan daftar anggota plasma melalui KUD Makarti Jaya. Jumlah anggota dari  warga desa Sungai Sodong sebanyak 479 anggota
15 – 16 Juli 1997
Dilakukan pengukuran lahan sesuai Surat Tugas Bupati Ogan Komering Ilir Nomor:  101/1301/II/1997, tugas ini diberikan kepada Asisten I Setwilda TK. II OKI, Kakan BPN OKI, Kadisbun TK. II OKI, Kabag Tata Pemerintahan Umum, Kabag Ketertiban, Kasub Tata Pemerintahan Umum, Kasub Keagrariaan Bag. Ketertiban, Camat Mesuji, dan Kepala Desa Sungai Sodong
22 Juli 1997
Dibuat laporan luas tanah inventaris rakyat Sodong (tulisan tangan) hasil pengukuran
06 September 1997
Diterbitkan peta inventarisasi tanah rakyat Sungai Sodong (hasil pengukuran), dengan luasan masing-masing kelompok : (1) Hanafi Pengucak, Inti seluas 64,60 Ha., (2) Pengucak Ratu, Inti seluas 19,06 Ha., (3) Habib, Inti seluas 26,72 Ha, Plasma seluas 6,55 Ha., (4) Mahmud, Plasma seluas 16,18 Ha., (5) Raye Batin, Inti seluas 88,88 Ha, Plasma seluas 76,54 Ha., (6) Macan FY, Inti seluas 53,00 Ha., (7) Dulhasan, Inti seluas 2,00 Ha., (8) Prabu, Inti seluas 261,14 Ha., dan (9) H. Jalang, Inti seluas 572,43 Ha, Plasma seluas 533,93 Ha. Keseluruhannya menjadi seluas 1721,03 Ha, terdiri dari lahan Inti seluas 1087,83 Ha, dan lahan Plasma seluas 633,2 Ha
Tahun 2002
Pihak perusahaan menyatakan bahwa pembangunan sawit plasma tidak dapat dipenuhi, perusahaan menawarkan pola kerjasama pemakaian lahan selama 10 (sepuluh) tahun, dengan besaran nilai uang ditentukan perusahaan yang akan dibayarkan kepada warga setiap bulan terhitung efektif akhir bulan Maret 2002, sesuai surat PT. TM No. : PAN-GMDE/ tertanggal 26 Januari 2002, ditandatangani oleh A.M. Vincent selaku General Manager. Pihak masyarakat menolak, dan menuntut lahan yang sudah ditanam untuk diganti rugi dan SKT yang belum ditanam dapat dikembalikan. Namun tuntutan ini tidak dipenuhi perusahaan
Tahun 2003 – 2009
Sepanjang tahun ini, masyarakat desa Sungai Sodong baik secara kelompok maupun melalui Koperasi Terantang Jaya yang sudah dibentuk di Desa Sungai Sodong menanyakan kepada Pihak Perusahaan mengenai penyelesaian plasma yang dibatalkan baik berupa ganti rugi, pengembalian SKT, maupun pola kerjasama pemakaian lahan, namun hal tersebut tidak mendapat tanggapan serius.
Tahun 2010
Sejak Agustus 2010 warga desa melakukan pendudukan lahan dan memanen diatas lahan tersebut. Lalu pada bulan Oktober terjadi pertemuan di lokasi lahan perkebunan dihadiri oleh 2 (dua) orang anggota DPRD OKI, Pihak Pemkab OKI, Camat Mesuji, Polres OKI, pihak Perusahaan dan warga desa. Tanggal 12 Oktober 2010, Koperasi Terantang Jaya mengirimkan surat pengaduan ke DPR RI, sesuai surat Nomor: 009/Plasma/Kop.TJ/SS/X/2010. Menyusul kemudian surat kepada Pimpinan PT. Treekreasi Margamulya/ SWA tentang Penyelesaian Plasma Masyarakat Sungai Sodong, tertanggal 06 Desember 2010, yang ditembuskan kepada Presiden RI, Ketua MPR RI, Ketua DPR RI, Komnas HAM, Kapolri, Menteri Kehutanan, BPN RI, Gubernur Sumsel, Kapolda Sumsel, Bupati OKI, Ketua DPRD OKI, dan Kapolres OKI. Pada November 2010, DPRD OKI memfasilitasi pertemuan musyawarah namun tidak menemukan titik penyelesaian.
Tahun 2011
Pada Januari 2011, Bupati OKI memfasilitasi pertemuan musyawarah antara masyarakat desa Sungai Sodong dengan PT. TM/SWA, namun tidak menemukan titik penyelesaian. Februari 2011, Koperasi Terantang Jaya melayangkan surat kepada BPN Pusat tentang peninjauan kembali luas HGU perkebunan PT. TM/SWA, surat Nomor: 019/Kop.TJ/SS/II/2011 tertanggal 28 Februari 2011, dengan tembusan ke Menteri Kehutanan, Staff Khusus Presiden RI bidang Otonomi dan Pembangunan Daerah, dan Bupati OKI. Pada awal April 2011, pihak perusahaan menambah petugas keamanan (PAM) swakarsa Wira Sandi ke lokasi perkebunan sebanyak lebih kurang 50 orang. Dan sejak masuknya pamswakarsa ini, situasi di lokasi semakin panas dimana puncaknya adalah pada 21 April 2011 terjadi pembunuhan terhadap 2 (dua) orang warga desa Sungai Sodong bernama Indra Syafe’i bin Ahmad Tutul (kepala bagian atas terluka akibat benda tajam, pelipis terkelupas, rahang memar, bibir luka terbakar, leher nyaris putus, luka tembak tembus di dada kiri dan kanan, punggung, dan di pinggul kanan) dan Syaktu Macan bin Sulaiman (kepala bagian atas luka menganga akibat benda tajam, kuping robek hampir putus, dan punggung tertancap senjata tajam/sangkur), yang diduga dilakukan oleh pihak keamanan perusahaan dan aparat, dugaan ini diperkuat berdasarkan pengakuan Syaktu Macan pada saat ditemukan dalam keadaan sekarat masih bernafas, dan akhirnya meninggal saat perjalanan menuju puskesmas. Waktu dan tempat kejadian sekitar pukul 10.00 wib tanggal 21 April 2011 di jalan poros lokasi perkebunan sawit. Akibat kejadian pembunuhan tersebut, maka di hari yang sama secara spontan warga mendatangi mess perusahaan di lokasi perkebunan, terjadilah bentrok yang menyebabkan 5 (lima) orang tewas.

5.
Kondisi Pasca Konflik Berdarah
1)       Warga desa Sungai Sodong bernama Agung Sani, ditangkap pada tanggal 12 Juni 2011, dengan sangkaan melakukan tindak pidana pencurian buah kelapa sawit milik PT. SWA/TM sebagaimana dimaksud Pasal 365 ayat (2) angka 2 KUHP jo. Pasal 363 ayat (1) angka 4 KUHP, sesuai laporan Polisi No. Pol: LP/B/432/X/2010/Sumsel/Res OKI, tertanggal 14 Oktober 2010, dan ditahan di Rutan Polres OKI sesuai Surat Perintah Penahanan No. Pol. : SP. Han/88/VI/2011/Reskrim, tertanggal 12 Juni 2011. Sebelumnya pada 13 Mei 2011, Agung Sani dipanggil dan diperiksa selaku saksi dalam perkara tindak pidana pembunuhan dan atau penganiayaan yang menyebabkan meninggal dunia (konflik berdarah tanggal 21 April 2011 di desa Sungai Sodong Kec. Mesuji Kab. Ogan Komering Ilir Prov. Sumatera Selatan), sesuai laporan polisi No. Pol: LP/137/IV/2011/Sumsel/Res OKI, tertanggal 23 April 2011. Pidana pencurian yang dilaporkan pihak perusahaan adalah kejadian pendudukan dan pemanenan kelapa sawit di lahan sengketa yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat desa Sungai Sodong pada Oktober 2010, Agung menjalani proses persidangan dan diputus bersalah dengan hukuman penjara selama 7 bulan (telah bebas pada 9 Desember 2011 yang lalu);
2)       Warga desa Pagar Dewa bernama Goni, ditangkap pada tanggal 14 Juni 2011, dengan sangkaan melakukan tindak pidana pembunuhan sebagaimana dimaksud Pasal 340 KUHP, sesuai laporan polisi No. Pol: LP/137/IV/2011/Sumsel/Res OKI, tertanggal 23 April 2011, dan ditahan di Rutan Polres OKI sesuai Surat Perintah Penahanan No. Pol. : SP. Han/101/VI/2011/Reskrim, tertanggal 14 Juni 2011;
3)       Pemanggilan polisi terhadap beberapa warga desa, dan terus menyebarnya issue bahwa akan dilakukan penangkapan terhadap warga desa, membuat warga desa Sungai Sodong ketakutan, diantaranya memilih tidur di perahu dan ada yang meninggalkan desa. Sementara itu, sejak Oktober 2011 perusahaan (PT. SWA) secara sepihak mengambil alih dan menduduki lahan yang disengketakan bahkan memungut hasil (memanen) buah sawit di atas lahan tersebut dengan kawalan aparat Brimob dan Pamswakarsa yang ditambah jumlahnya diantaranya didatangkan dari Banten, kekuatan aparat Brimob juga disiagakan di mess perusahaan di lokasi perkebunan (Investigasi AMAN Sumsel, Eknas Walhi, YLBHI, Sawit Watch, KpSHK, dan Foker Papua, tanggal 11 Desember 2011).

6.
Upaya yang dilakukan pasca konflik berdarah
1)       Pengaduan ke Presiden RI oleh perwakilan warga, terkait kejadian pembunuhan 2 (dua) orang warga desa, diterima pada tangggal 28 April 2011 oleh A. Supriyanto kantor staff khusus Presiden RI Bidang Pembangunan Daerah dan Otonomi Daerah;
2)       Pengaduan ke Komnas HAM oleh perwakilan warga, terkait kejadian pembunuhan 2 (dua) orang warga desa, diterima pada tanggal 29 April 2011 oleh Komnas HAM melalui Sub Bagian Penerimaan dan Pemilahan Pengaduan dengan No. Agenda 72.395;
3)       Pengaduan ke Kapolri oleh perwakilan warga, terkait kejadian pembunuhan 2 (dua) orang warga desa, diterima pada tanggal 29 April 2011 oleh Agustian di Sekretariat Umum Mabes Polri;
4)       Pendampingan hukum terhadap Agung Sani di Polres OKI dan Pengadilan Negeri Kayuagung oleh Mualimin dan rekan;
5)       Pada tanggal 4 Juli 2011, Agung Sani melalui kuasanya menyampaikan pengaduan ke Komnas HAM, atas dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Polres OKI terkait penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang terhadap Agung Sani, ditembuskan ke Menkumham RI, Kompolnas, DPR RI, Mabes Polri, Polda Sumsel, Polres OKI, Kejaksaan Agung cq. Kejari Kayuagung, Bupati OKI, dan DPRD OKI. Dasar pengaduan :
§      Polres OKI melalui Kasat Reskrim menerangkan bahwa Agung Sani masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), karena tidak menghadiri 2 (dua) kali pemanggilan polisi terkait tindak pidana pencurian sawit PT. SWA berdasarkan laporan security perusahaan tanggal 14 Oktober 2010. Jika demikian mengapa tidak dilakukan penangkapan terhadap Agung Sani pada saat diperiksa selaku saksi pada tanggal 13 Mei 2011 dalam perkara konflik berdarah 21 April 2011, melainkan Agung Sani ditangkap tanpa menunjukkan surat perintah penangkapan di desanya pada tanggal 12 Juni 2011;
§      Penerapan hukum dengan persangkaan pencurian terhadap Agung Sani tidaklah tepat dan cenderung dipaksakan, dikarenakan lahan dan buah kelapa sawit diatasnya masih dalam status sengketa. Sehingganya yang demikian itu merupakan ranah sengketa hukum keperdataan, dimana penyelesaiannya datang melalui inisiatif para pihak yang bersengketa baik melalui musyawarah maupun mengajukan gugatan ke pengadilan.


Demikian, terima kasih


Palembang, 19 Desember 2011 
Pengurus Wilayah AMAN Sumatera Selatan
Kabiro Hukum dan Advokasi,


Mualimin P Dahlan, SH

AMAN Desak TPF Selesaikan Sengketa Lahan di Mesuji

Mualimin SH


KAYUAGUNG – Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mendesak Tim Pencari Fakta (TPF) untuk menyelesaikan kasus sengketa lahan, baik yang terjadi di Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan (Sumsel) maupun di Mesuji, Lampung. Hal ini diungkapkan Pengurus AMAN Wilayah Sumsel melalui Kepala Biro Hukum dan Advokasi, Mualimin SH, kemarin (19/12).
        Menurut Mualimin, pihaknya pada 11 Desember lalu mendatangi Desa Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Kabupaten OKI bersama perwakilan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), perwakilan Eksekutif Nasional Walhi, Konsorsium Pendukung Sistem Hutan Kerakyatan (KPSHK), Sawit Watch dan Foker Papua untuk melihat kondisi pasca bentrok berdarah di desa itu 8 bulan lalu.
        “Ketika berada di Sungai Sodong, kami melihat banyak rumah warga yang ditinggalkan kosong, karena mereka lebih memilih tidur diatas perahu, mungkin mereka takut bila akan terjadi kejadian serupa,” ujar Mualimin kepada Koran ini melalui selulernya kemarin.
        Dikatakan Mualimin, kasus sengketa lahan di Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, hingga saat ini belum terselesaikan, karena hanya sebagian kelompok warga yang diajak bermusyawarah, sementara warga yang betul-betul mempunyai hak atas lahan tersebut tidak menerima informasi adanya kesepakatan antara kelompok warga dengan PT Sumber Wangi Alam (SWA).
        “Mengenai sengketa lahan yang belum terselesaikan ini langsung dilontarkan oleh warga saat kami mengadakan dialog bersama tokoh masyarakat setempat, sehingga kami terus memberikan keyakinan kepada warga agar sabar menunggu kepastian mengenai lahan ini, sebab pemerintah saat ini sedang menyelidiki permasalahan tersebut,” jelas Mualimin seraya mengatakan pihaknya mendesak TPF agar secepatnya menyelesaikan permasalahan sengketa lahan di Mesuji Lampung dan Mesuji, Kabupaten OKI agar tidak terjadi lagi bentrok susulan.
        AMAN sendiri, kata Mualimin, saat ini sedang melakukan penggalangan dukungan kepada semua aliansi, LSM, LBH dan Walhi di Palembang untuk membentuk kesatuan aksi solidaritas Sungai Sodong. “Kesatuan Aksi ini bertujuan memberikan bantuan hukum dan advokasi kepada warga yang terlibat kasus sengketa lahan, terutama yang terjadi di Sumsel,” bebernya. (mujianto)

Bupati OKI Sesalkan Pemutaran Video Pembantaian Mesuji


Nurcholis SH
Ir H Ishak Mekki MM
        KAYUAGUNG – Bupati Ogan Komering Ilir (OKI), Ir H Ishak Mekki MM, menyesalkan pemutaran video pembantaian yang diduga melibat oknum aparat kepolisian yang terjadi di Kabupaten Mesuji, Provinsi Lampung beberapa hari lalu.
Sebab, video yang ditayangkan di stasiun televisi swasta itu juga menampilkan video pasca kejadian bentrok antara warga Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji dengan PT Sumber Wangi Alam (SWA), namun sayangnya video itu tidak utuh atau terpotong lantaran sudah melalui tahap editing.
Hal ini dikatakan orang nomor satu di Bumi Bende Seguguk saat menggelar konfrensi pers dengan sejumlah wartawan baik media cetak maupun elektronik di ruang rapat bupati, kemaring (19/12) siang. Menurutnya, antara Mesuji OKI dengan Mesuji Lampung berbeda, sehingga apa yang terjadi di dua wilayah ini juga berbeda, hanya saja kesamaannya adalah masalah sengketa lahannya.
“Kejadian di Mesuji Lampung kan saat terjadinya bentrok ada oknum anggota yang berada di lokasi, sementara bentrok di OKI tidak ada anggota kepolisian yang berada di lokasi. Polisi ada di lokasi ketika bentrok usai, karena tujuannya mengamankan suasana dan mengidentifikasi apa yang terjadi,” cetusnya seraya yang melakukan pemenggalan pada tragedy Sungai Sodong adalah warga setempat, bukan aparat.
Untuk kasus bentrok antara warga Sungai Sodong dengan PT SWA sendiri, lanjut Ishak, pihaknya sudah menyerahkan penyelesaian hukumnya kepada pihak berwajib. “Sengketa lahannya juga berangsur-angsur menuju kata sepakat. Kami terus memfasilitasi agar perusahaan memenuhi kewajibannya dan warga mendapatkan haknya,” tegas bupati.
Kapolres OKI yang diwakili Wakapolres, Kompol Indra Duaman SIk yang ikut mendampingi Bupati dalam konfrensi pers tersebut mengatakan, pihaknya sudah melakukan penyelesaian hukum kasus bentrok antara warga Sungai Sodong, Mesuji dengan PT SWA dengan seadil-adilnya.
Saat ditanya apakah pihak kepolisian pernah menahan pihak pengamanan PT SWA yakni PAM Swakarsa (Wira Sandi), dengan tegas Wakapolres membantahnya. “Kalau dikatakan pernah menahan Badai (Koordinator PAM Swakarsa) itu tidak benar, namun kami hanya melakukan pemanggilan yang bersangkutan sebagai saksi untuk diperiksa,” jelasnya.
Terpisah, Wakil Ketua Komisi Nasional (Komnas) Hak Azasi Manusia (HAM), Nurcholis, ketika dihubungi Koran ini melaui telepon selulernya kemarin siang mengatakan, pihaknya sudah turun ke lapangan yakni Mesuji Lampung dan Mesuji, Kabupaten OKI, namun pihaknya masih menunggu laporan dari tim di lapangan.
“Terkait video pembantaian yang dilakukan oknum polisi kami belum bisa menyimpilkannya, karena sekarang kami masih menelitinya. Nanti kalau ada perkembangan baru akan kami beritahu,” singkatnya. (mujianto)


Kamis, 15 Desember 2011

Uang Makan dan Transport Operator e-KTP Diduga Disunat




KAYUAGUNG, Ogan Ekspres – Sejumlah operator elektronik Kartu Tanda Penduduk (e-KTP) yang bertugas di 18 kecamatan dalam Kabupaten OKI, mengaku resah. Pasalnya, dana transportasi dan uang makan mereka, hingga saat ini tak kunjung cair. Dan mereka (tenaga operator -red) menduga dana tersebut, sengaja ditahan atau disunat oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Informasi yang dihimpun Koran ini menyebutkan, sejak diluncurkan program e- KTP beberapa bulan lalu, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten OKI, telah menugaskan sebanyak 74 orang tenaga operator yang disebar di 18 kecamatan.
Namun, dalam menjalankan tugasnya beberapa operator mulai mengeluh. Karena diduga uang makan Rp1.500 per hari. Dan dana transportasi serta operasional kegiatan launching ditilep.
”Kami heran hingga saat ini, uang makan kami Rp1500 per hari, belum cair mungkin sengaja ingin ditilep. Bahkan uang honor Rp250 ribu per bulan pada triwulan terakhir ini, juga belum diterima. Padahal tahun 2011 hampir berakhir,” ungkap salah satu tenaga operator yang namanya minta tidak ditulis. (Baca lengkap di Harian Umum Ogan Ekspres Edisi Jumat, 16 Desember 2011).

Prostitusi Terselubung di OKI Makin Marak


     KAYUAGUNG, Ogan Ekspres – Lokalisasi atau prostitusi terselubung di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), nampaknya tumbuh semakin subur. Maraknya kafe-kafe berkedok rumah makan di sepanjang Jalur Lintas Timur (Jalintim), mulai dari Simpang Talang Pangeran, Kecamatan Teluk Gelam hingga kawasan Hutan Tutupan, Kecamatan Lempuing Jaya, maupun secara tidak langsung sebagai penyumbang terbesar penderita HIV/AIDS di Bumi Bende Seguguk.
          YS, salah satu wanita malam yang bekerja di salah satu kafe di Jalintim OKI, tepatnya di kawasan Teluk Gelam, kepada Koran ini mengaku kafe tempatnya bekerja dibuka sejak pukul 17.00 WIB hingga pukul 05.00 WIB, kalau pengunjungnya sedang ramai.
        “Selain menemani pengunjung berjoget dan minum-minum, kami juga terkadang menemani pengunjung yang ingin “bermalam” disini,” kata YS seraya mengatakan, tarif yang ditawarkan ke pengunjung cukup bervariasi, antara Rp150 ribu-Rp250 ribu. (Baca Lengkap di Harian Umum Ogan Ekspres Edisi Jumat, 16 Desember 2011).

Rabu, 14 Desember 2011

Lihat Sidang Suami, Erni Bawa Shabu




Tersangka Erni Rusmaniar
KAYUAGUNG – Erni Rusmaniar (32), warga Kelurahan Rajabasa Jaya, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung terpaksa digelandang dan menjalani pemeriksaan di Mapolres Ogan Komering Ilir (OKI), kemarin (14/12), sekitar pukul 10.00 WIB.
Pasalnya, ketika hendak membesuk suaminya bernama Muchlisi (36) yang akan menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, tersangka Erni ini kedapatan membawa 1 Jie shabu-shabu yang diduga hendak diberikan kepada sang suami. Akibatnya, polisi langsung menggelandang ibu muda ini ke Polres OKI untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Informasi yang berhasil dihimpun Koran ini di lapangan kemarin, peristiwa tersebut sempat membuat heboh suasana di PN Kayuagung. Saat itu memang kondisi di pengadilan sedang ramai lantaran bakal digelar sidang vonis kasus pembunuhan yang disertai pemerkosaan terhadap pelajar MTS di Desa Tanjung Atap Barat, Kecamatan Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir (OI).
Terlihat juga puluhan personil Polres OKI yang berjaga-jaga mengamankan jalannya persidangan, sebab sebelumnya berhembus informasi bakal adanya aksi demo besar dalam sidang vonis tersebut. Polisi juga memeriksa setiap orang yang hendak memasuki lingkungan PN Kayuagung untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
Tersangka Erni Rusmaniar pun tak luput dari pemeriksaan aparat. Namun ketika hendak diperiksa, tersangka ini menolak dan memilih balik kanan. Dikira penjagaan mulai lengang, istri bandar narkoba yang tertangkap lantaran kepemilikan 400 butir pil ekstasi dan 7 paket besar shabu-shabu ini kembali mencoba masuk.
Namun lagi-lagi ibu muda yang mengaku sebagai pedagang kelontongan ini menolaknya dan mencoba kabur. Prilaku tersangka ini jelas menimbulkan kecurigaan pihak kepolisian yang selanjutnya mengejar tersangka dan mengamankannya ke Mapolres OKI.
Ketika diperiksa, polisi menemukan narkoba jenis shabu-shabu seberat 1 Jie yang disimpan tersangka di saku kecil bagian depan celana jeans yang dipakai tersangka. Tak ayal, tersangkapun langsung diintrogasi polisi mengenai kepemilikan barang haram tersebut.
Kapolres OKI, AKBP Agus Fatchulloh SIk, didampingi Kasat Narkoba, AKP Yusuf dan Kasubag Humas Polres OKI, Iptu A Halim membenarkan adanya penangkapan tersangka yang membawa narkoba jenis shabu-shabu tersebut. “Tersangka masih kita periksa, siapa tahu shabu-shabu itu hendak diselundupkan ke Pengadilan Kayuagung, sebab suami tersangka ini adalah bandar shabu yang sedang menjalani persidangan dengan kasus serupa,” jelasnya.
Sementara tersangka Erni kepada Koran ini mengaku barang haram tersebut merupakan titipan dari seseorang bernama Mul (DPO) ketika berada di Kota Bandar Lampung. Dan shabu senilai Rp1,5 juta tersebut rencananya akan ada yang mengambil di Kayuagung. Namun tersangka hanya terdiam ketika ditanya narkoba itu bakal diberikan kepada sang suami. (mujianto)

Keluarga Korban Asusila Tolak Reka Ulang


 
* Polres OKI Segera Lakukan Tes DNA

AKP H Surachman
PEDAMARAN, Ogan Ekspres – Penyelidikan kasus asusila terhadap korban sebut saja Bunga (15), warga Sukapulih, Kecamatan Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), yang dilakukan dua orang tersangka yakni Agus Budi Santoso (21) dan Ponidi, keduanya warga setempat terus berlanjut.
Pihak Kepolisian Resor (Polres) OKI terus berupaya menyelesaikan penyidikan agar kasus persetubuhan terhadap anak dibawah umur tersebut dapat dipersidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung. Namun sayangnya, saat ini pihak kepolisian menemui polemik lantaran berkas kedua tersangka belum dinyatakan lengkap oleh pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kayuagung atau P-19, sehingga pihak Kejari Kayuagung meminta agar pihak Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres OKI melakukan rekonstruksi (reka ulang) kasus asusila ini.
Adanya permintaan reka ulang kasus persetubuhan itupun langsung mendapatkan respon negatif dari pihak keluarga korban. Mereka (keluarga korban) menolak adanya reka ulang ini lantaran dapat membuat psikologis korban kembali terganggu dan permintaan itu dinilai tidak masuk diakal.
Menurut salah satu keluarga korban kepada Koran ini, jika direka ulang, ditakutkan kejiwaan korban Bunga kembali terganggu lantaran korban harus kembali mengenang peristiwa pahit yang dialaminya. “Kalau direka ulang maka korban harus memperagakan kejadian buruk yang menimpanya dengan dua pelaku, jelas ini akan mengganggu kejiwaan korban. Terlebih pihak keluarga maupun masyarakat yang melihat adegan rekonstruksi pasti kesal dan geram melihat ulang pelaku-pelaku bejat itu,” jelasnya seraya meminta namanya tidak dituliskan.
Lalu, lanjutnya, bila pihak keluarga dan masyarakat kesal karena melihat perbuatan para tersangka, maka dikhawatirkan nanti ada tindakan-tindakan anarkis yang bakal dilakukan warga. “Korban kan saat itu selalu diancam, nah jelas kami sebagai pihak keluarga maupun warga jika melihat tersangka pasti sangat kesal dan ditakutkan akan terjadi sesuatu hal,” tukasnya.
Kapolres OKI, AKBP Agus Fatchulloh SIk, melalui Kasat Reskrim, AKP H Surachman ketika dikonfirmasi membenarkan adanya permintaan rekonstruksi kasus asusila tersebut oleh pihak kejaksaan. “Berkasnya masih P-19 (belum lengkap), pihak jaksa meminta reka ulang kasus persetubuhan terhadap korban dibawah umur ini,” ujarnya kemarin (14/12).
Apakah rekonstruksi tersebut akan dilakukan, menurut Kasat Reskrim, pihaknya masih mempertimbangkannya, sebab hal itu bisa dikatakan pelanggaran HAM dan sangat berdampak buruk bagi kejiwaan korban. “Jika harus direka ulang, itu sama saja korban mengalami hal buruk untuk yang kedua kalinya. Reka ulang juga bakal mendapatkan respon buruk dari pihak keluarga,” tukas Surachman seraya mengatakan, pihaknya juga segera melakukan tes DNA untuk mengetahui status hukum anak yang dilahirkan tersebut.
Seperti diketahui, kasus perbuatan asusila terhadap korban yang masih dibawah umur ini terjadi pada 1 Januari 2009 lalu, sekitar pukul 01.00 WIB, bertempat di Dusun III Desa Sukapulih, Kecamatan Pedamaran. Dimana kejadian bermula ketika tersangka Ponidi menghubungi korban Bunga yang saat itu duduk dibangku SMA melalui telepon.
Tersangka menyuruh korban keluar rumah dan saat berada diluar rumahnya korban langsung ditarik oleh tersangka. Tersangka yang syahwatnya sudah diubun-ubun kemudian memeluk korban Bunga sembari menciuminya berulang kali.
Lalu sembari mengeluarkan kata-kata ancaman, tersangka langsung memaksa korban ke semak-semak tak jauh dari rumah korban. Di saat itulah korban dipaksa membuka semua pakaiannya hingga tanpa sehelai kainpun yang melekat di tubuhnya dan langsung dibaringkan tersangka di semak-semak serta disetubuhi oleh pelaku.
Bukan hanya pelaku Ponidi saja yang menikmati kemolekan tubuh korban, selang beberapa waktu juga korban harus menelan pil pahit untuk kedua kalinya, ketika dirinya dipaksa untuk melayani nafsu syahwat tersangka Agus Budi Santoso. Akibat peristiwa buruk tersebut, korban harus menanggung aib lantaran mengandung dan melahirkan anak laki-laki. (mujianto)